20 Mei 2009

Sometimes in May…

Berbulan-bulan saya meninggalkan tradisi untuk menulis catatan harian yang sebenarnya sudah menjadi commitment untuk secara rutin saya lakukan. Salah satu penyebabnya adalah karena saya kehilangan pendorong yang memotivasi saya untuk menulis. Intinya : saya berhenti. Malas. Titik!

Namun, selama berbulan-bulan itu juga, hampir tiap malam sebelum tidur, ada penyesalan dalam hati kecil saya, mengapa saya tidak mendokumentasikan pengalaman saya hari ini dalam bentuk catatan harian seperti biasa? Bagaimana kalau pengalaman hari ini tidak akan terulang lagi? Bagaimana kalau nanti saya akan menyesal dan penyesalan itu tidak akan terbayarkan dengan apapun? Bagaimana kalau saya akan kehilangan banyak dokumentasi batin yang sebenarnya bisa menjadi bahan refleksi untuk kemajuan pelayanan dimasa yang akan datang? Ada begitu banyak “bagaimana” yang lain, namun penyesalan tetap tinggal penyesalan, dan itu tidak cukup kuat untuk mendorong saya memulai lagi, dan itu lebih berkuasa dibandingkan bisikan-bisikan kecil dalam hati yang sering menggelitik mengingatkan bahwa saya tidak pernah boleh berhenti. Walaupun sejujurnya, setiap kali menulis, selalu saja, selalu, saya mengalami kebimbangan, antara menulis dengan kejujuran dan apa adanya dengan risiko dari keterbukaan dalam menulis dan menorehkan sesuatu dalam tulisan, karena seperti kata banyak para penulis, pena bisa menjadi pedang yang memberi pembelaan diri tapi bisa juga sekaligus menjadi senjata yang mengiris tangan yang menghunusnya. Karena itu dalam pergumulan yang berat saya menuliskan pergumulan ini, tentunya dengan hati-hati.

Saya sedang kecewa. Ketidakmampuan saya menerima kekecewaan itu, saya tumpahkan dengan kemarahan: tidak mau menulis! Saya tahu, sadar sesadar-sadarnya bahwa tindakan ini akan sangat merugikan diri sendiri. Hampir 3 bulan saya berdiri di barisan orang-orang yang kecewa itu- sekarangpun masih, cuma sekarang dengan sedikit penerimaan, sambil ingin menata ulang kembali, karena itu saya memulai lagi dengan menorehkan story itu disini. Kalau dipikir-pikir kembali, ada rasa lucu juga, saya bukan hanya tidak terima, marah tapi juga ngambek. Kecewa itu ternyata begitu besar, karena harapan saya tadinya begitu besar. Dulu, saya pernah wanti-wanti kepada diri sendiri, jangan terlalu berharap, nanti kecewa, tapi hati ini sering kali tidak bisa diajak kompromi, dia tetap saja berharap, berharap dan berharap. Sampai akhirnya saya tahu bahwa saya tidak mendapatkan apa yang saya harapkan. Detik itu: dunia seperti runtuh. Apakah saya menangis? Tidak! Saya tidak menangis, tapi perasaan ini begitu kacau. Beberapa waktu kemudian, saya weeping, ya itu kata yang cocok untuk menggambarkan keadaan dan kondisi hati saya, suasana hati sering kelabu. Kadang-kadang juga merasa seperti berada dalam kabut kebingungan, dan tidak jarang seperti merasa hanya mampu melihat dalam gelap. Semua teori yang mengatakan bahwa kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda; jangan berhenti maju terus, segala sesuatu indah pada waktu-Nya, mungkin Tuhan mempunyai rencana yang lebih baik, semua hanya selintas lewat tapi tidak mampu membuat saya deal dengan kondisi saya saat itu.

Now? I guess, weeping time is over. After struggling a lot with a lot of things, I decide to begin again, mulai menulis dengan mengawalinya dengan kisah ini.

Sesungguhnya dengan curiga, kadang-kadang dalam hati kecil, saya bertanya apakah orang lain menghadapi pergumulan-pergumulan seperti ini? Apakah mereka mengalami derajat kekecewaan seperti saya tetapi lebih mampu menutupinya? Pernahkah orang-orang yang juga mengaku mencintai dan mengasihi Tuhan mempertanyakan akan kebaikan-Nya? Meragukan rencana-Nya? Saya pernah, tidak tahu dengan anda.

May 20, 2009

2 komentar:

Niek mengatakan...

sayangkuDear Ry...

Bagaimana selanjutnya...akupun dah lama "tertidur" di sini. Ayuh kita lanjutkan menulis lagi...:-)

Tari mengatakan...

hello there:)

selanjutnya : aku berhenti untuk bergumul dalam menulis, pdhal honestly selama berbulan-bulan ini byk sekali pengalaman menarik yg hrsnya kudokumentasikan dlm tulisan. memang sebagian ada yg kutuliskan dalam jurnal pribadi, saking pribadinya, tdk berani di publish:)

menulis lagi?mmm...