28 Nov 2008

Dia(Lo)Gue

Teresa Avila: “God, I do not love You, I do not want to love You, but I want to want to love You.”

Aku: “Tuhan, aku bahkan tidak ingin agar aku ingin mengasihiMu. Aku tidak menemukan alasan mengapa setidaknya aku ingin agar aku ingin mengasihiMu. Aku terseok-seok putus asa, memohon, tapi mengapa sepertinya Engkau tidak peduli? Aku makin merasa tidak berdaya, dan merasa kita seperti bermusuhan. Aku ingin membenciMu”

Tuhan: “Anakku, aku mengasihimu.”

Aku: “Tuhan aku tidak mengerti, kasihMu itu sangat asing bagiku. Apakah aku harus tetap mempercayaiMu? Banyak orang saya dengar tetap mempercayaiMu meskipun Engkau tidak bisa dimengerti”

Philip Yancey: “salah satu alasan terkuat mengapa saya tetap bertahan adalah karena tidak adanya alternatif yang lebih baik, yang banyak diantaranya sudah saya coba. Tuhan kepada siapakah aku akan pergi?”

Aku: “Tuhan ini tidak fair!”

Tuhan: “Anakku, Aku tahu engkau tidak mengerti. Percaya saja.”

Bertrand Russell: “Itulah mengapa aku memilih menjadi ateis, Ia tidak memberi saya cukup banyak bukti untuk percaya.”

Aku terdiam. Duduk. Lemas. Tidak berdaya. Namun samar-samar aku melihat gambaran Abraham yang mendaki bukit dengan putranya di Moria, Ayub menggaruk-garuk bisulnya di bawah matahari terik, Daud bersembunyi dalam gua, Elia putus asa di padang gurun, Musa yang minta diberi tugas yang lain saja _ mereka semuanya sedang menghadapi musim kering panjang, doa-doa genting mereka seperti terpental kembali ke bumi, Tuhan bukan hanya tampak tidak terlihat, tetapi sepertinya sama sekali tidak ada, semua janji-Nya seperti tinggal kebohongan belaka. Namun… namun… pada akhirnya, semua memilih jalan percaya. Dalam hati aku bertanya, “mengapa?”
Aku membaca di dalam Mazmur, Daud dan para penyair lainnya menoleh ke belakang pada masa-masa lalu, ketika Tuhan tampak tidak berdaya, namun ntah bagaimana mereka bisa menang, ketika kepercayaan tampak bodoh namun terbukti bijaksana.

Aku kembali termenung. Para pahlawan iman itu tetap percaya, memutuskan untuk berjalan, walaupun tidak bisa melihat akhir ceritanya, bahkan kadang-kadang tidak bisa melihat langkah selanjutnya, dan mereka mengulurkan tangan pada Penuntun yang tidak terlihat itu.

Kemudian aku membaca pengakuan Tomas yang selalu ragu-ragu berkata “Aku percaya, tolonglah aku yang tidak percaya ini!”

Kemudian aku hanya bisa berbisik pada diri, “Tuhan, ajarlah aku belajar percaya, ajar aku belajar untuk ingin agar aku ingin mengasihiMu”

(My struggling on facing my doubt and love to God in this wilderness life)

Tidak ada komentar: